Ads

Hidup dari Potongan Bambu

 

Fokus: saat pengerajin anyaman membelah bambu menjadi bagian-bagian kecil dan tipis, Rabu (4/10). Fotografer: Kholid Suyanto.


NOGOSARI, lpmmitra.id- Desa Nogosari, merupakan salah satu daerah yang warganya bekerja sebagai pengerajin bambu, tepatnya di wilayah RT008/RW002 Dusun Krajan, Lor Curah. Pekerjaan tersebut sudah menjadi industri penduduk sejak puluhan tahun lalu hingga saat ini. 

Salah seorang pengerajin tampah, Nasiyah, menuturkan, pekerjaan tersebut memang sudah turun-temurun sejak tahun 90-an. Hingga saat ini, industri itu masih menjadi penghasilan utama para warga RT008/RW002. "Ada yang jadi petani juga, tapi di rumah tetap buat anyaman dari bambu seperti ini," terangnya saat diwawancarai, Rabu (4/10). 

Dalam penjelasannya, setiap rumah membuat kerajinan yang berbeda-beda, mulai tampah, ayakan, capil dan beberapa jenis lainnya. Hal itu memang sesuai dengan keahlian dari setiap pengerajin rumahan. "Tapi ada juga yang bisa membuat lebih dari satu jenis," imbuhnya. 

Harga perbijinya, lanjut dia, hanya Rp 15 ribu, namun bisa saja turun hingga Rp13 ribu sampai Rp12 ribu jika dalam keadaan sepi. Hal itu, menyesuaikan keadaan dan permintaan pasar. "Biasanya yang rame pas musim panen, dan orang nikah," tuturnya. 

Kendati demikian, Nasiyah dalam sebulan tidak memiliki pendapatan tetap. Hal itu dikarenakan, mulai harga yang mudah naik turun dan pemesanan yang tidak pasti. "Penghasilan saya sesuai dengan pesanan," ucapnya. 

Dikonfirmasi terpisah, pengerajin ayakan bambu, Nur Aini menyatakan sudah menjalani usaha tersebut selama 15 tahun. Dirinya bisa membuat kerajinan itu karena, sedari kecil sudah diajarkan oleh orang tuanya. "Beda sama anak sekarang mas, disuruh bantu seperti ini jarang yang mau," jelasnya. 

Selama menjalankan usaha tersebut, sudah bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Karena dalam sehari, dirinya bisa menghasilkan 10 hingga 15 ayakan. "Alhamdulillah, suami saya walaupun kerja, kalau sudah pulang tetap bantu buat ini," pungkasnya.

Pewarta: Kholid Suyanto

Editor: Tria Febriani

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.