Ads

Mutiara Cintaku Berlabuh Dihatimu


Oleh:Arinatul Aniza*
penulis saat ini masih duduk di semester I
prodi Matematika dan merupakan anggota baru LPM MITRA

          Di sebuah kota metropolitan yang terkenal akan kesibukannya. Mentari pagi menaburkan senyuman indahnya memenuhi hamparan cakrawala. Tersebar menghiasi angkasa raya. Celah-celah embun pagi menghiasi setiap sudut kota Bandung. Seorang pemuda yang bernama Tae-woon, memulai langkahnya menuju tumpahan rezeki pagi ini. Tae-woon adalah seorang karyawan di sebuah perkantoran terbesar di kota Bandung. Dia menjabat sebagai sekertaris dan telah bekerja selama dua tahun.Meskipun dia mempunyai profesi yang mapan tapi ada satu hal yang masih belum ia miliki yaitu seorang perempuan yang kelak menjadi pendamping hidupnya. Pernah ia bercinta dengan seorang dara dari Bekasi, akan tetapi cinta mereka harus kandas akibat restu yang tak didapatkan keduanya. Dari pengalaman tersebut Tae-woon sangat berhati-hati dalam memberikan butiran cintanya pada wanita lain.
Di kantor.....
“Assalamualikum Pak Tae-woon.” Salam dari seorang karyawan kantor
“Waalaikumsalam . Silahkan masuk”Jawab Tae-woon seraya berdiri menyambut karyawan tersebut.
“Maaf pak, anda dipanggil Pak Hye-sung”
“Baik nanti saya akan menghadap pak Hye-sung.” Balas Tae-woon
“Kalau begitu saya pergi dulu pak. Assalamualaikum.”Karyawan tersebut berpamitan.
“Waalaikumsalam.” Jawab Tae-woon datar.

Pak Hye-sung adalah pimpinan perusahaan tersebut. Beliau sangat baik, cerdas, dan bijaksana.“Assalamualikum.” Terdengar suara salam oleh telinga Pak Hye-sung.
“Waalaikumsalam, silahkan masuk.”
“Maaf pak, apa tadi bapak memanggil saya?,”tanya Tae-woon
“Iya tadi saya menyuruh orang untuk memanggil kamu.” Sahut Pak Hye-sung sembari mempersilahkan Tae-woon duduk.
“Ada keperluan apa pak?”
“Nanti malam saya mengadakan metting tertutup di rumah saya. Kita akan membahas anggaran perusahaan .” Jelasnya.
“Baik pak nanti saya beritahu teman-teman semuanya. Kalau begitu saya pamit dulu pak. Assalamualikum.”
“Waalaikumsalam.” Jawab Pak Lee dengan tersenyum simpul melihat Tae-woon.

Malam itu Tae-woon dan temanya Lee, menuju rumah Pak Hye-sung. Sesampai di rumah Pak Hye-sung. “Tok...tok...tok...”Assalamualikum.” Salam Tae-woon dan Lee .
“Walaikumsalam.” Jawab seorang wanita dari dalam rumah sambil membukakan pintu. Tatapan Tae-woon langsung tertuju pada sosok wanita berjilbab putih yang tak lain adalah putri dari Pak Hye-sung. Wajahnya yang begitu menawan dan kilaun matanya bak permata di kala senja mentari. Tae-woon sempat berkenalan dengannya. “So-hyun” begitu ia menyebutkan namanya. Lanjut Tae-woon memperkenalkan dirinya. Tanpa sadar getaran-getaran cinta berkibar dalam hatinya. Asmara cinta telah berkobar di antara mereka. Tak ada kata yang terucap dari keduanya, hanya seulas senyum dari sang dara jelita. Selama  metting, tak henti-hentinya mata Tae-woon menatap So-hyun. Aura dari sang dara telah mengikat hatinya.

     Setiap malam Tae-woon hanya membayangkan wajah So-hyun dengan ditemani lagu-lagu rindu. Bayangan syahdu telah merobek pikiran jernihnya. Di bawah naungan siraman purnama dia selalu merangkai syair-syair cinta pada bukunya untuk sang pujaan hati.
Waktu telah mempertemukan mereka. Pada suatu malam, mungkin secara kebetulan mereka bertemu di sebuah restaurant yang merupakan tempat favorite mereka. Tae-woon dan So-hyun saling berbincang-bincang sembari menikmati indahnya langit malam dari balik kaca jendela restaurant.
“Assalamualikum...” Sebuah suara yang tak asing di telinga So-hyun. Seorang laki-laki yang tak lain adalah Tae-woon.
“Waalikumsalam. Hai....Tae-woon.” Sahut So-hyun.
“Boleh aku duduk?”
“Silahkan.” Balasnya seraya memberikan tempat kepada Tae-woon. Obrolan ringan pun mulai mengalir dari keduanya.
“Kamu sendirian saja Tae-woon?”
“Iya, aku biasa kesini untuk menghilangkan rasa penatku setelah bekerja seharian.Yaa...mungkin dengan meminum secangkir kopi sambil menikamati udara malam.”
“Hmm...Kalau boleh tahu kamu sekarang kerja apa Tae-woon?.” Tanya So-hyun.
“Aku menjabat sebagai sekertaris. Kalau kamu?.” Tae-woon berbalik bertanya.
“Aku masih kuliah.”
“Kuliah dimana? Dan jurusan apa?.”
“Kuliah di ITB jurusan manajemen.”
“Oh ya Tae-woon, besok malam ada pengajian di rumahku. Kamu datang ya..?”Pinta So-hyun.
“Insyaallah aku akan datang.” Jawab Tae-woon datar.
“Pokoknya kamu harus datang.”
“Sudah dulu ya, aku pergi dulu. Assalamualikum.” So-hyun berpamitan.
“Waalaikumussalam.” Jawab Tae-woon. Tak berselang lama Tae-woon pun segera pulang ke rumah.
Acara pengajian di rumah So-hyun tampak meriah.Banyak orang yang datang terutama keluarga besar dan rekan kerja Pak Hye-sung. Para tamu mayoritas memakai setelan baju putih dan terlihat bersuka cita.Lantunan ayat-ayat Al-Quran menyihir semua tamu yang datang. Semua sudut ruangan seakan-akan memancarkan cahaya keimanan. Setelah acara selesai,Tae-woon berpamitan kepada So-hyun.
“So-hyun, terima kasih atas undanganya.”
“Sama-sama. Aku juga berterima kasih atas kedatangannya”
“Aku pulang dulu. Assalamualikum.” Pamit Tae-woon kepada So-hyun
“Waalaikumussalam.”Sambil tersenyum.
              Di perempatan jalan So-hyun sedang menunggu taksi untuk pulang. Tiba-tiba ada mobil berwarna hitam berhenti di hadapanya.
“So-hyun, ayo kuantarkan kamu pulang.” Kata seorang lelaki dari dalam mobil yang ternyata Tae-woon.
“Nggak usah, nanti aku ngerepotin kamu.” Tolaknya.
“Aku akan senang jika kamu terima tawaranku.”
“Terima kasih”
Kemudian So-hyun masuk ke dalam mobil Tae-woon. Di dalam mobil mereka saling berbincang-bincang. Akhirnya tak begitu lama, mereka sampai di rumah So-hyun. So-hyun turun dari mobil Tae-woon dan mengucapkan...
“Makasih ya, Tae-woon.” Ucapnya berterima kasih
“Sama-sama.” Kemudian mobilnya mulai meninggalkan rumah So-hyun.
     
         Pada suatu hari hal yang paling memilukan menimpa Tae-woon. Dimana,So-hyun harus melanjutkan studinya ke Kairo. Panah-panah pilu telah menusuk dan merobek robek pikiranya. Cintanya terbenteng oleh dua daratan yang berbeda. Dia berharap perasaanya terhadap So-hyun tetap terjaga selamanya. Setiap hari Tae-woon mengirim surat kepada So-hyun. Mungkin aneh, di zaman sekarang ini berkomunikasi lewat surat. Akan tetapi hanya lewat tulisan penalah yang dapat menghapus rindunya. Setiap curahan hatinya ia ungkapan pada secarik kertas putih.

Kau bagaikan butiran mutiara-mutiara yang langgeng abadi
Dan kaulah pembawa kedamaian di celah-celah sudut kehidupan
Harum aromamu semerbak bak kasturi dari surgawi
Namamu terlukis di sanubariku
Kaulah penenang jiwaku,penyejuk hatiku
Dan kaulah pelepas dahagaku
Tutur manismu memuncak penyejuk kalbu
Indah senyummu membuatku menggebu-gebu

Derai air mata membasahi pipi So-hyun setelah membaca surat dari sang pujaan. Memang perasannya tak sepadu dengan kenyataan. Dia harus memilih antara cita-cita ataukah syahdu cinta. Setiap malam So-hyun selalu berdoa kepada sang Robby tentang perasaan cintanya.” Ya rob...Kaulah Maha Pendengar segalanya meski hanya bisikan hatiku. Haruskah diriku ini terpaku pada rasa rindu yang semakin mendera. Rindu yang membuatku tersiksa.Ya...Rob berilah aku rahmatmu dan hilangkanlah rasa rindu yang menusuk di hatiku.”
Di hamparan tanah gersang di kala senja, So-hyun mencurahkan semua rasa cinta, duka dan rindu nya pada sebuah buku kecil yang selalu berada dalam genggamanya. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Setiap malam So-hyun selalu bermimpi bertemu dengan  Tae-woon. Wajahnya yang tampan bagaikan seorang pangeran. Dia datang membawakan surat untuknya. Semua itu terasa nyata dengan kelembutan wajahnya yang memukau. Namun, mimpi itu sirna dengan datangnya mentari.
         Setelah lima tahun So-hyun berada di kairo, ia pun kembali ke tanah kelahiranya, Indonesia. Hatinya riang gembira dan wajahnya terlihat bersuka ria. Akhirnya  dua rasa rindu dan cinta dapat terpadu kembali bersama sang kekasih. Sesampai di bandara, So-hyun telah dinanti oleh keluarganya. Rasa rindu ia ungkapkan dengan memeluk erat orang tuanya. Ketika So-hyun hendak masuk mobil, ia melihat seorang laki-laki berdiri di samping sebuah mobil berwarna hitam dengan membawa serangkai bunga. Dia adalah Tae-woon.
Tae-woon menghampiri So-hyun sembari berkata: “So-hyun,maukah engkau menjadi makmumku?.”
Secara tak sadar So-hyun berasa bagaikan mimpi yang ia kira takkan pernah terjadi. Dengan bismillah ia terima lamaran Tae-woon. Tibalah saat keduanya berada dalam satu ruangan dengan ditemani keluarga besar mempelai pria dan wanita. Mereka akan menjadi saksi cinta suci keduanya. Sejarah cinta mereka akan dimulai dan tertulis dalam dinding retak sanubari. Tae-woon tampak bersahaja dengan setelan baju taqwa putih yang memancarkan cahaya keimanan.

“Saya terima nikahnya So-hyun binti Moh. Hye-sung dengan separangkat alat sholat dibayar tunai.” Ucap Tae-woon dihadapan penghulu. Akhirnya mereka dapat merajut serat-serat cinta dalam bahtera rumah tangga.[]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.